Tuesday, January 12, 2010

Terapi Rasional Emotif

A. Pendahuluan
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis, 1974).
Teori Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive Therapy.
Konsep ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan Psikoterapi, yang lebih dikenal sebagai Psikologi Humanistik.


B. Konsep-Konsep Utama
Terapi rasional emotif (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.

Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.

C. Terapi Rasional – Emotif dan Teori Kepribadian
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah".
TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.


D. Tujuan TerapeutikEllis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
  1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
  2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
  3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.


E. Teori A-B-C tentang Kepibadian
TRE dimulai dengan ABC:
A. Adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-ke­sulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penye­bab ketidak bahagiaan.
B. Adalah beliefs, yaitu keyakinan-ke­yakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
C. Adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-­keyakinan kita yang keliru.
Pada dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah lebih baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan positif.
Tindakan palilng efisien untuk membantu orang-orang dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga mengajari mereka untuk mampu mengubah atau bahkan menghapuskan keyakinan-keyakinan irasionalnya.[7]
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Dalam pelaksanaan TRE ini, terapis harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.

F. Fungsi dan Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
  1. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
  2. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
  3. Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
  4. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
  5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
  6. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
  7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
  8. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.

G. Hubungan antara Terapis dan KlienTeapis berfungsi sebagai guu dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.

H. Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur UtamaTerapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur – prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, teapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
  • Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
  • Menggunakan humor.
  • Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
  • Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
  • Bertindak sebagai model dan guru.
  • Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
  • Menggunakan "terapi kejutan vebal" atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
  • Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
  • Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu erat menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan terlibat sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi akan turut terobati.

Atas pandangan itu, walaupun TRE lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam perawatan, tetapi aspek tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh sebab itulah dalam TRE, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.



1. Teknik-Teknik KognitifTeknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut [14] menerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a. Teknik Pengajaran - Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Teknik Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c. Teknik Konfrontasi - Konselor menyerang ketidaklogikan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d. Teknik Pemberian Tugas - Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.


2. Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Sosiodrama - Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b. Teknik 'Self Modelling' - Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c. Teknik 'Assertive Training' - Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.


3. Teknik-Teknik Behavioristik
Teknik ini khusus untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini ialah:
a. Teknik Reinforcement - Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b. Teknik Social Modelling - Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi konseling.[15]

H. Penerapan dan Sumbangan TREPendekatan ini pada menekankan pentingnya pemikiran sebagai dasar dari gangguan-gangguan pribadi. Sumbangan utamanya adalah penekananya pada keharusan praktek dan bertindak menuju perubahan tingkah laku masalah.[16]

I. Kebaikan dan Kelemahan TRE [17]
Kebaikan
1. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
2. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
3. Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan
1. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
2. Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
3. Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
4. Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.

J. Langkah-Langkah Terapi Rasional Emotif1) Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2) Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3) Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
4) Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.[18]

K. Ciri-Ciri Terapi Rasional Emotif
Ciri-ciri terapi rasional emotif dapat di uraikan sebagai berikut:
1) Dalam menelusuri masalah klien yang di bantu nya, konselor berperan lebih aktif di bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di miliki nya.
2) Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara hubungan baik dengan klien.
Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
3) Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4) Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.
5) Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien.
Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.[19]





DAFTAR PUSTAKA

Amir Awang. Pengantar Bimbingan dan Kaunseling Di Malaysia. Pulau Pinang: University Sains Malaysia, 1997
Pujosuwarno Sayekti, M.Pd, Dr. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Menara Mas Offset: Yogyakarta.
Surya Mohammad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Kota Kembang: Yogyakarta ,1988.
http://www.brunet.bn/

http://faizperjuangan.wordpress.com/
http://luthfis.wordpress.com/

http://susanhijriani.blogspot.com/

Corey, Gerald. 1999. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Gunarsa, Singgih D.2000. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Latipun .2001. Psikologi Konseling. Cet III . Malang: UMM Press

Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Progam Bimbingan Dan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta

Sukardi, Dewa Ketut. 1985. Pengantar Teori Konseling Suatu Uraian Ringkas, cet II. Jakarta: Ghalia Indonesia.

[1] Pujosuwarno Sayekti, M.Pd, Dr. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Menara Mas Offset: Yogyakarta.

[2] Corey Gerald, Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama : Bandung, 2007, hlm.238-239
[3] http://luthfis.wordpress.com/
[4] Corey Gerald, opp cit, hlm.240-242
[5] Ibid, hlm. 245 & 328
[6] Sayekti Pujosuwarno, M.Pd, Dr. opp cit
[7] http://susanhijriani.blogspot.com/
[8] http://luthfis.wordpress.com/
[9] Corey Gerald, opp cit, hlm.245-248
[10] Ibid, hlm. 339
[11] Corey Gerald, opp cit, hlm.277-278
[12] Amir Awang. Pengantar Bimbingan dan Konseling Di Malaysia. Pulau Pinang: University Sains Malaysia, 1997, hlm. 78

[13] Surya Mohammad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Kota Kembang: Yogyakarta ,1988. hlm.182
[14] Sukardi Dewa Ketut. Pengantar Teori Konseling. Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985. hlm.91-92
[15] http://www.brunet.bn/
[16] Corey Gerald, opp cit, hlm.357
[17] Ibid
[18] Singgah D. Gunarsah, konseling dan psikoterapi (Jakarta :Gunung Mulia, 2000)hal 236-237
[19] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, cet II (Jakarta:Ghalia Indonesia , 1985) hal 89

Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Inteligensi

Kontroversi mengenai apakah inteligensi lebih ditentukan oleh faktor bawaan ataukah oleh faktor lingkungan terus berlangsung. Pada masa sekarang ini boleh dikatakan sudah tidak ada lagi psikologi yang berpandangan cukup ekstrim untuk mengatakan bahwa inteligensi merupakan atribut bawaan yang ditenukan oleh faktor-faktor keturunan secara murni maupun yang sebaliknya mengatakan bahwa intelegensi hanya ditentukan oleh faktor lingkungan sebagai hasil belajar semata-mata. Pokok perdebatan masa kini beralih pada faktor manakah yang lebih menentukan terjadinya perbedaan inteligensi individu yang satu dengan yang lainnya, apakah faktor bawaan yang diwariskan berdasar keturunan ataukah faktor lingkungan yang dipelajari oleh individu.
Namun pada makalah ini kita akan membahas lebih mendalam mengenai beberapa faktor lingkungan yang mempegaruhi inteligensi seseorang.

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI INTELIGENSI 
1. Faktor Keluarga
 Lingkungan keluarga merupakan faktor pendukung terpenting bagi kecerdasan anak. Dalam lingkungan keluargalah anak menghabiskan waktu dalam masa perkembangannya. Pengaruh lingkungan rumah ini berkaitan pula dengan masalah:
Stimulasi
Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulasi menjadi sangat penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosi anak. Orang tua dapat memberikan stimulasi sejak buah hatinya masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia tumbuh besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda pada setiap tahap perkembangan. Contohnya ketika masih dalam kandungan, stimulasi lebih diarahkan pada indra pendengaran menggunakan irama musik dan tuturan ibu atau ayah. Setelah anak lahir, stimulasi ini diperluas menjadi pada kelima indra maupun sensori-motoriknya. Begitu juga stimulasi lainnya yang dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan kognisinya maupun kemampuan lain.
Secara mental orang tua juga menstimulasi anak dengan menciptakan rasa aman dan nyaman sejak masa bayi. Caranya? Dengan mencurahkan kasih sayang, menumbuhkan empati dan afeksi, disamping memberi stimulasi dengan menanamkan nilai-nilai moral dan kebajikan secara konkret. Stimulasi yang diberikan secara efektif jelas dapat membuat potensi kecerdasan anak mencapai titik maksimal.
Pola Asuh
Pola asuh orang tua yang penuh kasih sayang diyakini dapat meningkatkan potensi kecerdasan si anak. Sebaliknya, tidak adanya pola asuh hanya akan membuat anak bingung, stres, dan trauma yang berbuntut masalah pada emosi anak. Dampaknya, apa pun yang dikerjakannya tidak akan pernah membuahkan hasil maksimal.
Inteligensi Berkorelasi dengan "Head size"???
Hubungan antara ukuran kepala dengan IQ sudah cukup lama menjadi subyek kontroversi. Tetapi penelitian dengan teknik neuroimaging membuktikan bahwa volume otak berkorelasi dengan IQ. Bukti ini didapat dengan mengukur ukuran helm tentara AS yang sedang mengikuti training dan dibandingkan dengan IQ-nya. Walaupun demikian korelasi tersebut cukup_kecil.
Hubungan Inteligensi dengan "Birth Order"
Kepercayaan bahwa anak pertama lebih cerdas dibandingkan anak berikutnya sudah lama menjadi kebenaran di masyarakat. Tetapi penelitian di AS membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara urutan kelahiran dengan inteligensi. Anak-anak yang lahir duluan dalam urutan kelahiran tidak mempunyai perbedaan IQ yang signifikan dengan anak-anak yang lahir belakangan.
Sedangkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim Norwegia menemukan anak pertama, dan mereka yang kehilangan saudara lebih tua, sehingga kemudian menjadi yang tertua, mencatat skor lebih tinggi dalam tes intelegensi.
Adanya hubungan ini ditemukan setelah para peneliti mengkaji data dari 250 ribu tentara Norwegia, demikian BBC. Laporan tersebut dimuat_dalam_jurnal_Science. Selama berpuluh-puluh tahun, para ahli tidak sependapat mengenai bagaimana urutan kelahiran berpengaruh terhadap intelektualitas dan pencapaian prestasi.
Mereka yang mendukung teori ini mengatakan anak-anak tertua biasanya mendapatkan perhatian serius dari orang tua mereka sejak usia dini.
Yang lainnnya berpendapat bahwa perbedaan disebabkan ketika janin berkembang di dalam perut ibunya, dengan kehamilan berikutnya, sang ibu akan menghasilkan antibodi yang bisa merusak otak bayi.
Sementara yang lainnya mengatakan bahwa hubungan antara urutan kelahiran dan intelegensi adalah hal yang tidak benar, atau bias karena besarnya jumlah keluarga, secara historis, pasangan dengan IQ yang lebih rendah cenderung memiliki anak-anak yang lebih tinggi IQnya.
Professor Petter Kristensen, di Institut Nasional Kesehatan di bidang Kerja di Oslo dan koleganya Tor Bjerkedal, di Jasa Layanan Kesehatan Angkatan Bersenjata Norwegia mengatakan walaupun perbedaan IQ yang mereka temukan sedikit saja, namun ini penting artinya.
Mereka juga mengatakan bahwa alasan di balik penemuan ini karena faktor sosial, bukan faktor biologi. Sebagai contoh, pria yang lahir sebagai anak ketiga namun kemudian kehilangan kakaknya di awal kanak-kanak, sehingga kemudian dibesarkan sebagai anak kedua memiliki skor IQ yang mendekati anak-anak yang dilahirkan betul-betul sebagai anak kedua.
"Kami menemukan bahwa posisi sosial anak yang menentukan, dan bukan posisi biologinya yang menentukan." kata Professor Kristensen. Kepada harian Inggris, The Daily Telegraph, dia mengatakan IQ yang lebih tinggi pada anak sulung dicapai karena mereka mengajarkan sesuatu kepada adik-adik mereka. Kecenderungan anak-anak pertama mendapatkan tempat terhormat di mata orang tua mereka, dan juga mengambil peran sebagai kaka yang matang, berdisplin, menjelaskan juga mengapa anak-anak sulung ini IQnya lebih tinggi.

3. Faktor Kesehatan
Hubungan Inteligensi dengan Maternal - Pengaruh lingkungan maternal terhadap individu sebenarnya telah diawali sejak terjadinya pembuahan. Sejak pembuahan sampai saat kelahiran, lingkungan ini telah mempengaruhi calon bayi lewat ibunya. Misalnya defisiensi kalsium dalam aliran darah sang ibu dapat menyebabkan abnormalitas tulang bayi. Seorang anak dapat terlahir cacat dikarenkan lengannya terjerat oleh tali pusat sewaktu masih dalam kandugan. Proses kelahiran itu sendiri dapat menyebabkan terjadiya luka seperti dalam kasus kelahiran yang sulit atau dikarenakan kepala bayi terlalu lama mengalami tekanan, yang akhirnya dapat berakibat kelemahan mental pada anak.
Inteligensi lebih banyak diturunkan oleh ibu dibandingkan ayahPenelitian ini adalah penelitian terhadap pengaruh gen yang dominan yang diwariskan oleh orang tua terhadap anak dalam perkembangan inteligensinya. Hasilnya adalah bahwa inteligensi anak lebih banyak dipengaruhi oleh sumbangan gen yang berasal dari ibu dibandingkan dari ayah, tetapi seberapa besar perbedaan itu masih belum diketahui. Hal ini disebabkan karena gen inteligensi adalah salah satu gen yang kompleks.
Inteligensi sangat dipengaruhi oleh pemberian ASI. Anak-anak dengan pemberian ASI yang cukup, mempunyai Inteligensi yang lebih tinggi (sekitar 3 – 8 point) dibandingkan dengan anak-anak yang tidak diberikan ASI atau diberikan ASI dalam waktu yang singkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah kandungan gizi dalam ASI yang berpengaruh terhadap otak bayi yang juga turut mempengaruhi perkembangan inteligensi bayi.
Proses pembentukan sel-sel otak hanya terjadi sekali seumur hidup dan sel-sel otak yang mati tidak dapat digantikan oleh sel baru. Sedangkan perkembangan sel otak terpesat terjadi pada masa balita, sehingga masa-masa ini sering juga disebut sebagai masa keemasan anak.
Peran nutrisi bagi kecerdasan anak tak bisa diabaikan begitu saja. Untuk menjadikan anak sehat secara fisik dan mental, sebetulnya perlu persiapan jauh-jauh hari sebelum proses kehamilan terjadi. Tepatnya mesti dimulai ketika masa perencanaan kehamilan, sepanjang masa keha-milan dan akan terus berlanjut selama masa pertumbuhan anak. Kecukupan nutrisi berkaitan erat dengan perkembangan organ otak dan fungsinya yang akan menentukan kualitas anak di masa depan.
Tanpa nutrisi yang baik di masa-masa sebelumnya, kemungkinan besar pertumbuhan dan fungsi otak terhambat sehingga potensi kecerdasan anak menjadi rendah. Begitu pula kesehatannya secara keseluruhan. Tubuh yang lemah dan sering sakit-sakitan tentu saja juga memengaruhi potensi kecerdasannya.
Untuk itu, selain pengalaman indera yang merangsang aktivitas dan mematangkan kerja otak, anak juga memerlukan nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang otaknya.
Salah satu zat gizi yang penting perannya bagi perkembangan otak si kecil adalah zat besi. Kekurangan zat besi akan mengakibatkan anak mengalami anemia (kurangnya sel darah merah) yang dapat menghambat pertumbuhan fisik dan intelektualnya.
Data penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% anak-anak mengalami anemia saat berumur 6 bulan yang berpotensi menurunkan IQ mereka sampai 10 poin.
Kekurangan zat besi dapat dihindarkan dengan cara memberikan air susu ibu (ASI) dlam jangka waktu panjang, memberikan makanan tambahan yang kaya besi pada bayi usia 4-6 bulan, makanan yang memudahkan penyerapan besi (daging, ikan, ayam, hati) pada saat pemberian makanan padat, dan menjaga kebersihan lingkungan, karena infeksi berulang dan infestasi (serbuan) cacing tambang dapat menyebabkan anemia karena kekurangan zat besi.

Hubungan Inteligensi dengan Life Spend - Setelah kelahiran, pengaruh faktor lingkungan terhadap individu semakin penting dan besar. Proses yang paling berpengaruh setelah masa ini adalah proses belajar (learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang akan sangat menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional, dan semacamnya merupakan atribut yang dipelajari dari lingkungan. Seorang anak yang diasuh dalam keluarga yang terbiasa menjerit-jerit bila memanggil da menjerit-jerit pula bila memarahi akan tumbuh menjadi anak yang berbicara keras dan kasar. Seorang anak yang selalu ditakut-takuti pada dokter akan menyimpan konsep dokter sebagai ancaman, bukan sebagai penolong.
Proses Perkembangan Intelegensi di tinjau dari factor lingkungan :
a.    Perkembangan Intelegensi Bayi
Sejak tahun pertama dari usia anak, fungsi intelegensi sudah mulai tampak dalam tingkah lakunya, misalnya dalam tingkah laku motorik dan bicara. Anak yang cerdas menunjukkan gerakan-gerakan yang lancer, serasi, dan koordinasi, sedangkan anak yang kurang cerdas, gerakan-gerakannya kaku dan kurang terkoordinasi, anak yang cerdas cepat pula perkembangan bahasanya. Dalam hal ini, peran orang tua sangat menentukan proses perkembangan intelegensi Bayi. Karena walaupun bayi belum sepenuhnya bisa menyerap apa yang diperlihatkan orang tuanya. Tetapi kemampuan pengenalan bahasa dasar seperi kata mama dan papa akan mengukuhkan pengenalan orang tua sebagai pelindungnya.
b.    Perkembangan Inteligensi Masa Pra sekolah
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode pre operasional yaitu tahapan anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau simbolik function, yakni kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan mengguanakan symbol (kata-kata, gesture atau gerak tubuh dan benda). Dapat juga dikatakan sebagi semiotic function, kemampuan untuk menggunakan symbol-simbol dalam melambangkan suatu kegiatan
Orang tua masih sebagai factor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan inteligensinya. Ketika anak diperkenalkan berbagai jenis permainan yang bersifat ruang dan bentuk dengan pendampingan orang tua. Permainan tersebut akan mengenalkan anak dengan berbagai bentuk yang ada di sekitarnya.
c.    Perkembangan Inteligensi Anak Pada Masa Sekolah
Pada Masa ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif
Faktor lingkungan yang berpengaruh pada masa ini, adalah lembaga pendidikan formal tempat anak belajar. Disanalah anak akan diperkenalkan dengan kegiatan membaca, menulis dan berhitung yang akan meningkatkan kapasitas inteligensinya. Dengan kegiatan membaca, lebih banyak kosa kata yang diterima anak dan pemahaman kalimat yang merupakan bentuk asosiasi kata. Begitu juga dengan kemampuan menulis. Kegiatan berhitung juga mengembangkan kemampuan numeriknya.
d.    Perkembangan Inteligensi Pada Masa Remaja dan Dewasa
Perkembangan intelektual pada masa ini meupakan lanjutan dari masa sekolah. Pada masa remaja dan selanjutnya perkembangan inteligensi lebih ditekankan pada proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya. Faktor lingkungan yang berpengaruh selain sekolah dan orang tua. Perbedaannya pada masa dewasa tingkat kompleksitas dan kerumitan masalah yang dihadapi jauh lebih tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah jenjang pendidikan dan lingkungan kerjanya.

Faktor Social Economia
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah, dan kurang mendapatkan nutrisi yang memadai pula. Begitu juga sebaliknya dengan sosial ekonomi yang kurang memadai, seseorang juga kurang mendapatkan kesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang baik dan nutrisi yag baik.
Pendidikan orang tua - Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah

Faktor Education
Yang pasti kecerdasan dalam diri anak tidak muncul begitu saja. Di luar potensi yang diberikan, sebetulnya cerdas juga berarti ketekunan memelajari sesuatu. Selain pendidikan yang diberikan orang tua di rumah, peran sekolah juga tidak kalah besar. Boleh dibilang sekolah merupakan rumah kedua bagi anak yang memungkinkannya mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai kehidupan.
IQ dipengaruhi oleh "school attendance"
Penelitian-penelitian dalam inteligensi membuktikan bahwa inteligensi dipengaruhi oleh school attendance. Penelitian itu antara lain :
IQ dipengaruhi oleh “delayed schooling - Peneliti-peneliti di Afrika Selatan meneliti fungsi intelektual terhadap penduduk lokal. Untuk setiap tahun “delayed schooling”, terjadi penurunan IQ sebesar 5 poin. Hasil penelitian ini juga sudah ditemukan di AS.
Drop out dari sekolah dapat menurunkan IQ - Penelitian ini dilakukan di Swedia, dan mendapatkan hasil bahwa terjadi penurunan IQ sebesar 1,8 point bagi mereka yang tidak menyelesaikan sekolahnya (drop out).
IQ dipengaruhi oleh “remaining in school longer” - Penelitian ini dilakukan di AS, dan memberikan hasil bahwa terjadi penurunan IQ yang cukup signifikan bagi mereka yang lebih lambat menyelesaikan sekolah pada waktunya.
IQ dipengaruhi oleh “summer vacation” - Penelitian ini juga dilakukan di AS terhadap siswa yang mengambil liburan musim panas. Siswa yang liburan mengalami penurunan IQ setelah mereka masuk kembali ke sekolah dibandingkan sebelum mereka liburan.
IQ : “on the rise” - Poin IQ meningkat sekitar 20 poin dalam setiap generasi. Efek ini disebut dengan nama “Flynn Effect” yang berasal dari nama peneliti Selandia Baru, James Flynn. Jika kita mengikuti tes IQ sekarang dan membandingkannya dengan norma skor tes yang diikuti oleh kakek kita 50 tahun yang lalu, 90% dari kita akan digolongkan “genius”, tetapi jika skor kakek kita dulu dibandingkan dengan norma sekarang, maka mayoritas dari mereka akan digolongkan “terbelakang mental (mentally retarded)”. Kenaikan nilai IQ ini dapat dihubungkan dengan beberapa faktor, antara lain : nutrisi yang lebih baik, sekolah, orangtua yang lebih terdidik, lingkungan yang lebih kompleks, dan permainan-permainan seperti komputer dan konsol game.
IQ dipengaruhi oleh “school cafeteria menu” - Penelitian ini dilakukan tehadap kurang lebih 1 juta siswa di kota New York, dan menghubungkannya dengan menu di kantin sekolahnya. Hasilnya membuktikan bahwa diet makanan dapat mempengaruhi fungsi otak. Makanan-makanan tertentu, seperti ikan, sayuran, dll, dapat mempengaruhi kerja fungsi otak, sehingga dapat juga berpengaruh terhadap IQ. Makanan-makanan seperti makanan cepat saji (junk food) tidak memberikan pengaruh apa-apa bagi perkembangan otak. [12]

Thursday, January 7, 2010

Manfaat hipnotis bagi praktisi Direct Selling / MLM


Belakangan soal hipnotis banyak diperbincangkan oleh praktisi pemasaran dan penjualan. Banyak workshop, seminar, atau pelatihan diadakan untuk membekali para praktisi mengembangkan kemampuan mereka. Adakah relevansi ilmu yang sedang ngetop ini dengan dunia direct selling.
Sebenarnya apa pengertian hipnotis?
Hipnotis berasal dari kata hypnos yang artinya tidur, namun hipnotis itu sendiri bukanlah tidur. Secara sederhana, yaitu fenomena yang mirip tidur, di mana alam bawah sadar lebih mengambil peranan dan alam sadar berkurang peranannya. Pada kondisi ini seseorang menjadi sangat sugestif (mudah dipengaruhi), karena alam bawah sadar yang seharusnya menjadi filter logic sudah tidak lagi mengambil peranan. Seseorang yang terhipnotis sebetulnya pada kondisi sangat terkonsentrasi yang sangat fokus.

Hipnotis sering diidentikkan dengan kejahatan gendam. Apa bedanya?

Pada prinsipnya untuk mengakses alam bawah sadar seseorang bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik. Semisal teknik verbal (sugesti), teknik relaksasi progresif, teknik penggunaan energi, teknik visualisasi, dan teknik mistik (supranatural, baik ilmu hitam maupun putih). Semua teknik diatas disebut sebagai teknik hipnotis.
Pada umumnya kesuksesan penggunaan teknik hipnotis memerlukan kerjasama antara penghinotis dan yang dihipnotis. Artinya seseorang bisa saja menolak untuk dihipnotis dengan cara ini. Sebenarnya tidak ada yang namanya orang menghipnotis orang lain. Yang sebenarnya adalah seseorang menghipnosis diri sendiri dengan dibantu oleh orang lain (penghipnotis) sebagai fasilitatornya. Semua proses hipnotis adalah self hypnosis, yang dipandu (difasilitasi) oleh seorang penghipnotis.
Sedangkan untuk teknik mistik, tidak diperlukan kerjasama antara penghipnotis dengan yang dihipnotis. Di sini pelaku menggunakan kekuatan supranaturalnya untuk mengakses alam bawah sadar orang lain. Umumnya teknik ini dikenal sebagai ilmu mejikcdan lain-lain yaitu menggunakan azimat dan mantra tertentu yang diperoleh melalui laku (ritual atau prosesi mistis) tertentu.
Memang ada juga kejahatan yang menggunakan hipnotis dan tidak menggunakan ilmu mistik, namun menggunakan kekuatan kata-kata. Biasanya ini dilakukan pada orang yang mudah dibuat bingung, saat di terminal, dan keramaian.
Apakah ilmu hipnotis ini ada dasar ilmiahnya? Jelaskan!
Sejak tahun 1815, Abbe Jose Castodi de Faria, sudah melakukan penelitian hipnotis secara ilmiah. Dilanjutkan berbagai tokoh semacam Emile Coue, Dr. James Braid (1848), Milton Erickson, MD dan sebagainya. Tahun 1955, British Medical Association (sekarang disebut BHA atau British Hypnotherapy Association) mengesahkan hypnotherapy sebagai â€Å“valid medical treatment. Tahun 1958, American Medical Association (AMA) men-support hypnotherapy untuk keperluan medis. Setelah 1950, banyak berdiri asosiasi profesional di berbagai negara.
Belakangan hipnotis dimanfaatkan sebagai salah satu teknik pengembangan diri. Apakah hal itu mungkin?
Ya, jelas bisa. Pada umumnya, program pengembangan diri terkadang gagal karena individu tidak berhasil meyakinkan diri sendiri untuk berubah karena mengalami yang namanya â€Å“self-sabotageâ€Ã‚. Proses self sabotage adalah proses di mana alam sadar menyabot proses mental yang tengah dilakukan seseorang pada saat ia ingin melakukan perubahan diri.
Misal: seseorang melakukan afirmasi di depan kaca dan mengatakan â€Å“Saya orang yang suksesâ€Ã‚ sebanyak 100 kali, namun setiap kali ia mengatakan itu, di sisi pikirannya terbersit suatu keraguan, kesangsian, “Masak sih, selama ini saya toh gagal”. Nah, pikiran ini berasal dari fungsi alam sadar yang terus-menerus mengontrol dan mengkritisi segala sesuatu yang masuk ke pikiran.
Jadi di sini, alam sadar justru mensabotase kehendak kita untuk berubah, dengan cara menyajikan berbagai realitas dan fakta lampau bahwa kita bukanlah orang yang sukses.
Saat ini sejumlah trainer atau coach menawarkan hipnotis untuk membantu para pemasar atau penjual. Apakah bisa?

Bisa!
Hipnotis bisa dimanfaatkan dalam dua aspek; pertama, menghipnotis si sales person untuk self improvement, dan kedua menghipnotis orang lain (customer) agar lebih percaya dengan si penjual.
Pertama, dalam pelatihan yang saya lakukan, misalnya saya menghipnotis trainee agar tidak fobia menelepon atau fobia prospecting. Hipnotis juga bisa membuatnya lebih percaya diri saat presentasi, lebih percaya akan goal pribadinya, lebih berenergi, dst.
Kedua, hipnotis verbal atau yang dikenal dengan teknik sugesti (indirect communication). Secara sederhana, teknik ini menggunakan pola-pola bahasa tertentu (hypnotic language pattern ) untuk mengakses pikiran bawah sadar lawan bicara sehingga bisa dipengaruhi. Di sini seorang sales belajar menggunakan pola-pola kata yang berkekuatan sugesti untuk mempengaruhi prospek agar membeli.
Contoh yang sering dipakai didunia DS/MLM atau asuransi adalah yang disebut dengan double binding , yaitu mengarahkan pikiran prospek untuk memilih A atau B yang keduanya berarti membeli, dan jangan sampai berpikir tidak membeli. Misalnya, penjual bertanya: “Mau beli berapa kilo?, Mau dibawa sendiri atau diantar, Anda mau mengambil produk paket yang ada diskon tambahan atau memilih kombinasi produk sendiri?”, dan seterusnya.
Apakah hal itu tidak bertentangan dengan moral dan etika bisnis?
Dengan menggunakan pola kata hipnotis, maka seseorang prospek akan menjadi lebih lunak dan sugestif sehingga ia mau menbeli produk atau jasa itu. Pada saat ia tahu bahwa produk atau jasa tadi ternyata memang dia sangat perlukan, maka ia akan berterima kasih. Disini jelas terlihat bahwa apabila seorang salesperson menjual produk atau jasa yang kualitasnya buruk, namun ia menggunakan bahasa hipnotis, maka ini tidak beda dengan bunuh diri. Karena cepat atau lambat kastemernya akan menyadari bahwa ia tidak mendapatkan janji seperti yang disampaikan si salesperson. Jadi penggunaan bahsa hipnotis untuk marketing atau sales seharusnya dalam batas koridor untuk membantu seseorang supaya berani dan siap untuk segera mengambil keputusan membeli.
Menurut anda, apakah hipnotis ini bisa benar-benar dimanfaatkan secara sehat dan maksimal dalam pengembangan bisnis seseorang?
Bisa! Gunakanlah hipnotis untuk menghipnotis diri Anda sendiri. Terutama untuk meng-install berbagai sikap positif, perilaku asertif, percaya diri, dll.
Hal apa yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku DS/MLM?
Dalam dunia direct selling, beberapa tantangan terbesar seorang salesperson adalah;
  1. Self motivating (selalu bisa memotivasi diri) dan self determination (punya goal yang jelas);
  2. State management (selalu bisa mengelola kondisi pikiran dan mentalnya, yang akan menghadapi penolakan, keberatan, pelecehan, penghinaan dan ditinggalkan oleh grup).
  3. Positive self image (selalu bisa melihat diri sendiri positif dan tidak melakukan self depreciation, atau self blaming, dst).
  4. Positive Belief System (selalu percaya bahwa apa yang dijualnya adalah sesuatu yang positif, berguna, dan dalam rangka menolong orang lain supaya lebih baik, lebih mudah, lebih sukses kehidupannya – bukannya menjebak orang supaya membeli agar dirinya mendapat komisi.
  5. Rapport Skill (selalu bisa memiliki kemampuan membina hubungan yang baik dengan mitra kerja dan prospek).
  6. Persuasion skill dan handling objection.
Bisa dilihat, dari seluruh poin di atas, kita menggunakan hipnotis justru ditujukan pada diri si salesperson. Sedangkan hanya dua poin terakhir kita memanfaatkan pola bahasa hipnotis untuk mempengaruhi orang lain (dengan tujuan baik).
Saran anda bagi para penjual langsung yang ingin mencoba teknik hipnotis ini?
Ikuti pelatihan atau dapatkan bimbingan dari coach atau trainer yang berlisensi jelas. Gunakan hipnotis untuk memperbaiki kualitas diri, jauh lebih penting dari pada untuk mempengaruhi prospek. Ingat pameo yang mengatakan Prospect buy you, not your products.
Hindari membohongi prospek dengan cara apa pun, baik cara hipnotis maupun non hipnotis. Juallah produk yang memang berkualitas, sehingga tidak menjadi bumerang bagi Anda.
(Artikel ini adalah wawancara Ronny FR oleh Edy Z, pernah dimuat di Buletin â€Å“Info APLI Edisi XXX/Oktober-Desember 2005)
Filed Under: Hypnosis/therapy

Premarital Achievement

Taukah Anda???
Menikah bukan bersoalan janji....
Menikah bukan persoalan sumpah setia....
Menikah bukan hanya sekedar tinggal bersama...
Lebih dari itu......
Jauh dari itu.......
Menikah adalah persoalan tanggung jawab.....
Bukan hanya pada pasangan kita....
Melainkan pada Tuhan, keluarga,anak-anak,bahkan cucu kita nantinya...
Tanggung jawab untuk membuatnya tetap berada di jalannya
Walupun banyak hambatan dan kelokan....
Usaha kita dipertaruhkan....
Bukan sekedar cinta.....
Karena pernikahan kita menjadi dasar pernikahan selanjutnya
Pernikahan generasi kita.....

Namun, jangan pernah takut untuk menikah...
Takutlah pada tidak dipersiapkannya pernikahan dengan baik...
Persiapkan segalanya dengan cara apapun....
Belajar dari apapun.....
Mulai dari dirimu sendiri.....

- Penulis -


Anda akan segera menikah? atau
Anda pengantin baru?


Apakah anda ingin :

  • Pernikahan yang penuh dengan keharmonisan?
  • Pernikahan yang mendatangkan kebahagiaan?
  • Mampu mengatasi konflik dalam rumah tangga?
  • Mampu memahami secara mendalam karakteristik pasangan anda?

MARI PERSIAPKAN PERNIKAHAN ANDA MULAI DARI SEKARANG....!!!

Kami membuka Premarital Achievement Class

Hari : Sabtu - Minggu
Tanggal : 20 - 21 Maret 2010
Pukul : 08.00 - 16.00
Tempat : Hotel Sahid Surabaya
Investasi : Rp. 1.000.000,- / peserta (Erly Bird s.d 06 Februari Rp. 1.500.000 untk 1 Pasangan)

SEGERA!!! DAFTAR DAN BERGABUNG BERSAMA KAMI

Lascha Citta Pratama
Jl Rungkut Asri Timur RK V Blok E - 26 Surabaya
Tlp. 031 - 8796699 / 77705095

Jangan Tunggu setelah Menikah

Karena biasa dikaitkan dengan bulan madu, pernikahan sering dibayangkan serbamanis, serbaindah. Namun, ada juga yang membayangkan pernikahan jauh dari keindahan. Bayangan perceraian, perselingkuhan, dan pertengkaran membuat sebagian orang ragu, bahkan takut, menikah.

Menurut Inne Pramundita SPsi, psikolog Lascha Citta Pratama , ragu atau takut menikah bisa dipengaruhi trauma atau kondisi di lingkungan sekitar. Misalnya, dalam keluarga yang broken home, anak melihat orang tuanya sering bertengkar. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan begitu bisa tumbuh dengan trauma. "Namun, bisa juga dia tumbuh menjadi anak yang tangguh," tambahnya.

Stimulan bisa juga muncul dari kondisi sekitar, terutama orang-orang terdekat. Misalnya, seseorang dikelilingi teman dengan pengalaman buruk dalam perkawinan. ''Cerita-cerita mereka bisa membuatnya berpikir negatif terhadap pernikahan,'' tuturnya.

Karena itu, bagi mereka yang segera menikah, Dyah menyarankan agar menghindari dulu pergaulan dengan teman yang punya banyak pengalaman buruk dalam pernikahan. "Cerita mereka memang bisa menjadi pelajaran yang baik. Namun, saat menjelang menikah, sebaiknya mencari lingkungan yang berpengaruh positif dulu. Maksudnya, teman yang punya pengalaman positif dalam pernikahan,'' paparnya. Dengan begitu, rasa percaya diri akan terdongkrak dan keraguan terkurangi.

Dia mengingatkan, tidak mudah menyatukan dua hal yang berbeda dalam pernikahan. Misalnya, sifat pasangan yang berbeda. ''Sifat merupakan hal yang sulit, bahkan tidak bisa diubah,'' ujarnya. Karena itu, diperlukan saling pengertian pada masing-masing pasangan.

Untuk membekali diri terhadap problem yang potensial dialami pasangan menikah, calon mempelai dianjurkan berkonsultasi sebelum pernikahan berlangsung. ''Problem itu mungkin permasalahan ekonomi rumah tangga, sifat pasangan yang buruk, atau rahasia terpendam yang bisa mengancam pernikahan,'' tutur Inne.

Bagi pasangan yang baru memulai hubungan, dianjurkan tak berusaha menutupi kekurangan saat penjajakan. Jika ada masalah yang berkaitan dengan sifat, pemikiran, atau kebiasaan pasangan, ungkapkan saat itu juga. ''Jangan berpikir masalah akan selesai dengan sendirinya setelah menikah." (war/soe)

Pede v Identitas Kelompok

Tindik lidah bisa jadi sekadar tren. Namun, tak jarang pula ada sesuatu di balik itu. ''Ada eksistensi dan identitas diri yang ingin ditunjukkan melalui tindik tersebut,'' kata Inne Pramundita SPsi, psikolog Lascha Citta Pratama .

Identitas itu, kata Inne, bisa bersifat individu atau kelompok. Biasanya, ada komunitas orang-orang dengan kesenangan yang sama. Kebanyakan di antara mereka memasang tindik di tempat tertentu seperti bibir, hidung, dan lidah. ''Kalau tidak pakai, dia bisa jadi tidak diakui komunitasnya,'' imbuh Inne.

Meski begitu, ada juga yang lebih individual. Seseorang memakai tindik karena ingin tampil beda. Dia ingin orang menilai tindik itu sebagai ciri khas atau identitasnya. "Dengan begitu, rasa pede (percaya diri) tumbuh,'' ujar R. Amirul Rasyid Yulianto SPsi. Namun, ingat Amirul, tindakan tersebut bisa jadi hanya kedok untuk menutupi kekurangan.

Suatu saat, lanjut Amirul, pemakai tindik bisa saja melepaskan tindiknya. Setelah menikah, misalnya. Karena cintanya kepada sang istri, dia rela melepaskan tindik yang menjadi ciri khasnya. Atau, bisa juga terjadi sebaliknya. Si istri justru ikut-ikutan memakai tindik. ''Tinggal pengaruh siapa yang lebih kuat, istri atau suami,'' tegas Amirul.

Dalam kasus tersebut, lingkungan bisa sangat berpengaruh. Karena itu, pola asuh sejak kecil dalam keluarga sangat penting. Dalam kaitan tersebut, dianjurkan menghindari bahasa larangan dan mengutamakan bahasa positif.

Dicontohkan Inne, lebih baik pakai bahasa "yang rajin ya'' daripada "ayo belajar, jangan malas-malas". Kalau yang terakhir dipilih, yang terekam justru malasnya. "Atau, kalau kita bilang tindik itu sakit, mereka justru akan mencoba untuk membuktikan benar sakit atau tidak," terangnya.

Dengan bertambahnya kematangan, anak akan mengerti mana yang baik dan mana yang tidak. Yang perlu diingat, bertambahnya usia bukan berarti makin matang. Seseorang bisa dianggap matang atau dewasa jika bisa mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. "Jika anak memakai tindik tetapi prestasinya di sekolah tetap bagus, ya tidak masalah," ucapnya.

Bagi mereka yang memakai tindik, rasa sakit itu tergantikan rasa percaya diri yang didapatkan. Meski begitu, tindiknya mungkin akan dilepaskan jika lidah mereka bengkak dan infeksi. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka kapok. "Sebetulnya, kalau rasa percaya diri mereka sudah cukup tinggi dan eksistensi mereka diakui, tindik itu tidak dibutuhkan," tambahnya. (war/soe)

Wednesday, January 6, 2010

Percaya Diri Atasi Gagap


Latah Hilang saat Tertekan

JIKA mendapati anak gagap bicara (stuttering), jangan diolok-olok, apalagi dibentak. Tindakan begitu justru akan menurunkan mental si anak.

''Bukannya jadi lancar, anak mungkin justru ngambek tidak mau bicara,'' kata Nur Ainy Fardana Nawangsari SPsi MSi. Gagap, lanjut Nur Ainy, adalah kemampuan bicara yang kurang lancar. Kondisi tersebut bisa dialami anak-anak hingga dewasa.

Penyebab gagap, menurut Nur Ainy, banyak. Pertama, ketidaksinkronan antara proses informasi dan kemampuan berbicara. Ketika berbicara, ada koordinasi antara rangsangan dari otak dengan pita suara, gigi, mulut, dan sistem pernapasan. Normalnya, semua organ itu dapat berfungsi simultan dan otomatis.

Pada penderita gagap, hal normal itu tak terjadi. Terlalu banyak informasi yang ada di otak. Namun, ada kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dengan lancar. Ibarat mobil, untuk menghidupkan mesin, harus menyalakan starter lebih lama. ''Sehingga, pada penderita gagap, tidak mudah berbicara sesuai kecepatan, tekanan, dan ejaan yang tepat,'' jelasnya.

Penyebab kedua adalah dinamikan pola asuh. Dosen psikologi Unair itu mengatakan, anak gagap jangan dibuat cemas dan tertekan. Dalam kondisi tersebut, anak tak bisa bicara dengan lancar. ''Makin gugup atau cemas, kemungkinan jadi gagap tambah besar,'' katanya.

Adakah faktor bawaan? Nur Ainy mengiyakan. ''Ada faktor genetik, tapi bukan penyebab utama,'' ujarnya. Jarang sekali, kata dia, anak tiba-tiba menjadi gagap ketika dewasa. Pasti sejak kecil anak memiliki bakat gagap.

Penanganan gagap, menurut Nur Ainy, bisa dilakukan dengan terapi perilaku. Salah satunya, anak dibuat santai, tidak tegang atau cemas. Kemudian, anak diajak bicara perlahan-lahan. Biarkan penderita bercerita mengenai sesuatu yang disukainya. ''Jangan ada desakan. Itu akan memicu anak jadi gagap lagi,'' kata Nur Ainy.

Terapi lainnya adalah membiasakan anak menulis apa yang akan dikatakan. Dengan menulis, lanjut wanita 37 tahun itu, komunikasi anak lebih terarah. Kebiasaan menulis juga mengurangi rasa cemas anak ketika hendak bicara. ''Jika anak pede (percaya diri), sedikit demi sedikit bicaranya akan tambah lancar,'' imbuhnya.

Bagaimana dengan latah? ''Latah bukan penyakit, melainkan kebiasaan,'' kata Inne Pramundita SPSi, psikolog Lascha Citta Pratama 3.

Awalnya, seseorang mungkin ikut-ikutan temannya yang latah. Saat kaget atau digoda, dia mengeluarkan kata-kata khas. Misalnya, ''Eh copot-copot''. Lalu, dia menjadi bahan tertawaan atau godaan teman-temannya. ''Kebiasaan bisa masuk ke alam bawah sadar seseorang. Contohnya, saat berjalan atau naik sepeda, tiba-tiba saja sudah berada di rumah, tidak terasa di perjalanan. Begitu juga latah,'' jelas Woelan.

Karena dianggap lucu dan bisa menarik perhatian orang, ada perasaan bangga yang muncul pada orang latah. Mereka senang digoda karena kelatahannya. Lalu, tiap kali digoda, dia mengeluarkan kata-kata tertentu hingga menjadi kebiasaan atau tindakan refleks.

Latah, lanjut dia, juga bisa muncul karena ada model atau contoh orang latah yang bisa ditiru. ''Saya punya mahasiswa yang sekeluarga latah. Pertama kakaknya, lalu adiknya, baru ibunya. Heboh jadinya,'' tutur Dra Woelan Handadari MSi, kepala Departemen Psikologi Klinis Universitas Airlangga.

Latah dalam batasan kata-kata, lanjut dia, tidak apa-apa. Tetapi, akan berbahaya jika latah memengaruhi refleks gerakan. ''Bahaya kalau tidak bisa direm. Misalnya, disuruh buka baju pun dilakukan. Atau, teman bilang tabrak mobil, si latah beneran menabrakkan diri ke mobil. Kan bahaya,'' tuturnya.

Woelan mengatakan, ada mahasiswanya yang latah hingga memengaruhi refleks gerakan. ''Anehnya, saat ada petir, dia takut dan tidak latah saat dilatahi teman-temannya,'' ujarnya.

Begitu juga saat temannya mengatainya copet. Kebetulan Woelan tahu, lalu memarahi anak yang latah itu karena latah dengan kata-kata jelek. Sejak itu, di depan Woelan, dia tidak berani latah. Itu berarti latah bisa muncul pada keadaan tertekan.

Karena bukan penyakit, tidak ada obat khusus untuk latah. Namun, ada beberapa cara untuk mengurangi atau menghilangkan latah. ''Hindari lingkungan yang ada orang latahnya. Selain itu, harus ada keinginan kuat untuk menghilangkan kebiasaan tersebut,'' imbuhnya. (war/ai/soe)