Mengenal
Lebih Jauh Retail Therapy
Oleh:
Puji Astiti B.
|
Siapa sih disini yang tidak menyukai
aktivitas shopping? Iya, shopping merupakan aktivitas yang dilakukan sehari-hari
selain bekerja dan tidur. Diberbagai belahan dunia, orang-orang menghabiskan
sebagian waktu mereka untuk shopping.
Shopping dianggap sebagai alat untuk mengatur emosi negatif
seseorang. Bahkan, hampir satu dari tiga orang Amerika shopping untuk mengurangi stres, menurut
sebuah studi dasar permintaan oleh Huffington
Post [Gregoire, 2013] yang disurvei lebih dari 1.000 orang dewasa AS secara
online. Survei yang dilakukan oleh Ebates.com pada tahun 2013 yang dilakukan
pada 1.000 orang dewasa di Amerika menunjukkan bahwa lebih dari setengah
(51,8%) berbelanja dan menghabiskan uang untuk meningkatkan suasana hati
mereka. Dalam dunia psikologis, hal ini disebut
dengan Retail Therapy.
Retail Therapy merupakan
aktivitas yang dilakukan untuk mengurangi emosi negatif seseorang. Biasanya retail therapy identik dengan aktivitas
belanja. Namun apakah retail therapy sungguh
berfungsi dengan baik? Nyatanya, retail
therapy ini berdampak positif bagi kesejahteraan psikologis individu. Adapun
dampak positif dari retail therapy ini
adalah:
Source: mallofamerica.com |
1. Meningkatkan
emosi positif
Melihat efektivitas retail therapy melalui perspektif
motivasi, orang-orang yang ingin pergi shopping
memiliki berbagai tujuan. Meskipun shopping
mungkin
tidak didasari oleh keinginan untuk meningkatkan suasana hati seseorang [lih.
Atalay dan Meloy, 2011; Kacen dan Friese, 1999], dapat dibayangkan bahwa tujuan
lain yang tampaknya tidak berhubungan dengan shopping, baik secara sadar atau tidak sadar, tetap dapat
memberikan manfaat emosional yang positif pada pembeli dan mengurangi suasana
hati negatif.
2. Mampu
bersosialisasi dengan orang terdekat
Sebagian besar orang-orang merasa bahwa, shopping merupakan suatu kegiatan
sosialisasi dengan orang lain. Sebagian
orang akan pergi shopping bersama
dengan teman-teman, keluarga ataupun orang yang mereka cintai.
3. Berpikir
Cerdas
Selain itu, individu dapat berpikir lebih cerdas karena
dalam berbelanja tidak jauh dengan proses tawar menawar. Hal ini menyebabkan
mereka dapat menghasilkan perasaan positif dan meningkatkan suasana hati
seseorang secara tidak langsung, dan mungkin tidak terduga.
Namun tahukah kalian, ternyata ada
dampak negatif pada retail therapy ini
lho. Banyak penelitian mengatakan bahwa retail therapy tidak terlalu disarankan
karena sifatnya yang sementara. Aktivitas shopping ini dapat membuat beberapa orang memiliki
perilaku hedonik dan impulsive buying.
Source: istyle.id |
1. Hedonik
Dilansir dari marketplus.co.id, Jakarta sebagai ibukota dan
terkenal sebagai kota metropolitan ini memiliki lebih dari 170 mall. Pencapaian yang besar ini
mengantarkan ibukota Indonesia masuk dalam daftar kota besar yang memiliki
jumlah pusat perbelanjaan terbanyak di dunia. Hal ini memungkinkan memicu
keinginan konsumen untuk menikmati brand-brand pakaian maupun makanan baik
dalam negeri maupun luar negeri. Akibatnya konsumen menjadi hedonik karena banyaknya brand-brand
yang ada pada mall.
2. Impulsive Buying
Selain menjadi hedonik,
konsumen juga menjadi impulsive buying
yaitu membeli sesuatu tanpa direncanakan terlebih dahulu. Biasanya konsumen
memiliki keinginan untuk segera membeli suatu barang. Hal ini tentunya
merupakan perilaku yang buruk karena membeli suatu barang tanpa mengetahui
manfaat dari barang tersebut.
3.
Ketergantungan
Dilansir dari moeslama.com, ternyata retail therapy ini dapat menimbulkan ketergantungan yang cukup
tinggi. Berdasarkan penelitian bidang terkait, hampir 75% orang-orang yang
menggunakan retail therapy tidak
dapat mengontrol keadaan dengan baik sehingga memunculkan ketergantungan.
Nah setelah mengetahui dampak
positif dan negatif terapi ini, bagaimana pendapat kalian? Apakah kalian merasa
khawatir dengan dampak negatifnya? Jangan khawatir dulu, teman-teman. Kalian
bisa mengontrol dampak negatif itu lho. Apa saja sih yang bisa dilakukan?
1.
Membuat daftar barang-barang
yang kalian butuhkan
Saat suasana hatimu buruk, kemungkinan kamu akan membeli
segala sesuatu yang akan membuat suasana hatimu membaik. Namun perlu diingat,
kalian harus tetap mengontrol perilaku saat shopping.
Buatlah daftar barang-barang yang memang akan berguna atau akan kamu pakai
kedepannya.
2.
Utamakan kualitas
dibandingkan brand
Ingat lho terkadang
barang-barang dengan brand ternama belum tentu memiliki kualitas yang baik
juga. Tidak apa jika kalian memang menyukai barang pada brand tertentu, namun
pastikan kualitas pada brand tertentu dan sesuaikan dengan harga barangnya.
3.
Shopping
sesuai dengan isi dompet
Jika memang shopping
menjadi salah satu bentuk untuk melepaskan stres dan memperbaiki mood, ada baiknya orang yang hendak
melakukan terapi ini memiliki tabungan “rahasia”. Selain itu, seseorang yang
akan melakukan terapi ini mampu mengontrol pengeluaran saat shopping hanya dengan menggunakan uang cash saja dan menjadi salah satu
pengingat bahwa terapi ini akan segera berakhir.
Shopping memang
salah satu cara yang ampuh untuk meningkatkan dan mengembalikan suasana hati
menjadi lebih baik bagi sebagian orang. Namun kalian juga harus tetap
mengontrol aktivitas shopping ini ya.
Jadikan retail therapy ini menjadi
solusi dalam mengembalikan mood kalian,
tetapi bukan menjadi ancaman dompet kalian.
“BUY
LESS. CHOOSE WELL. MAKE IT LAST” – Vivienne Westwood